Judul: Sikap Duduk Penyebab Nyeri Pinggang
Penulis: Penulis: Prof. Dr. dr. Menkher Manjas SpB,
SpOT, FICS
Editor
: Mardisyaf Ramli
Penerbit : Pustaka Artaz
Anggota IKAPI: 038/SB/2023
ISBN:
978-979-8833-98-4
Cetakan I: Juli 2025
Ukuran : 11 X 17 cm
Halaman: vi + 120
Harga
: Rp 60.000,-
Dalam era modern,
posisi duduk menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian manusia—mulai dari
aktivitas di kantor, belajar di sekolah, hingga bersantai di rumah. Namun,
banyak yang tidak menyadari bahwa duduk, yang tampaknya sederhana, justru
menjadi salah satu penyebab utama munculnya keluhan nyeri pinggang bawah (low
back pain). Melalui buku ini, Prof. Dr. dr. Menkher Manjas membongkar persoalan
mendasar ini dengan pendekatan ilmiah, praktis, dan humanis.
Buku ini berangkat
dari fakta bahwa tubuh manusia adalah “mesin gerak” yang sempurna, dirancang
dengan sistem anatomi dan biomekanika yang saling terhubung. Gerakan bebas,
mulai dari berjalan hingga duduk, melibatkan kerja sama tulang, otot, sendi,
dan sistem saraf. Ketika keseimbangan ini terganggu—karena kebiasaan duduk yang
salah atau terlalu lama—timbullah berbagai gangguan, terutama nyeri pinggang.
Di bagian awal
buku, penulis mengulas bagaimana posisi duduk terbentuk sebagai hasil evolusi
kebutuhan manusia. Dari zaman berburu hingga era industri, posisi duduk
berkembang menjadi salah satu sikap dominan yang digunakan manusia saat bekerja
dan beristirahat. Penulis menjelaskan bagaimana industrialisasi membuat duduk
menjadi kebiasaan global: pegawai kantor, operator alat berat, pilot pesawat
tempur, sopir, murid sekolah—semua bergantung pada kursi. Sayangnya, posisi
duduk yang tidak ergonomis sering menimbulkan tekanan berlebih pada struktur
tulang belakang.
Melalui tinjauan
anatomi, Prof. Menkher menjelaskan detail struktur tulang belakang manusia yang
terdiri dari 32 vertebra, bantalan diskus, ligamen, dan otot penyangga. Semua
komponen ini menopang berat badan, menjaga keseimbangan postur, serta
mendistribusikan beban agar tubuh tetap stabil. Gerakan duduk tidak sekadar
menekuk lutut atau menempatkan panggul pada kursi. Ia melibatkan sinyal saraf
dari otak, koordinasi otot, dan penyesuaian postur punggung serta panggul.
Dalam bab khusus,
penulis membedakan beberapa posisi duduk yang sering ditemui: posisi fisiologis
atau istirahat, duduk tegap, dan duduk membungkuk. Masing-masing posisi
memiliki dampak biomekanik berbeda terhadap beban tulang belakang dan tekanan
pada diskus intervertebralis. Penelitian yang dikutip menunjukkan, duduk
membungkuk atau terlalu tegap tanpa sandaran akan meningkatkan beban pada
bantalan saraf tulang belakang hingga dua kali lipat dibanding berdiri.
Duduk nyaman, kata
penulis, hanya bisa dicapai jika tercipta keseimbangan adaptasi anatomi,
fisiologi, dan psikologi. Secara anatomi, posisi duduk ideal terjadi jika
bentuk dan ukuran kursi sesuai dengan postur tubuh. Secara fisiologis, harus
ada kerja sama otot, ligamen, dan bantalan tulang belakang agar tekanan tidak
terkonsentrasi pada satu titik. Secara psikologis, duduk nyaman berarti pikiran
tenang, beban otot minimal, dan tubuh tidak mudah lelah.
Bagian berikutnya
mendalami hubungan duduk dengan nyeri pinggang. Data epidemiologi menunjukkan
lebih dari 80% orang dewasa pernah mengalami nyeri pinggang, dengan 60% di
antaranya berkaitan dengan posisi duduk yang salah. Pekerjaan yang menuntut
duduk lama, seperti operator komputer, kasir, sopir, dan pekerja administrasi,
rentan mengalami gangguan diskus, penonjolan bantalan saraf (HNP), hingga
keluhan kesemutan dan kelumpuhan bila dibiarkan.
Penulis juga
membahas dampak buruk kebiasaan duduk pada anak-anak sekolah. Kursi-meja
belajar yang tidak ergonomis terbukti menambah risiko gangguan muskuloskeletal.
Dalam jangka panjang, posisi duduk yang salah pada masa anak-anak dapat memicu
masalah pinggang kronis di usia produktif.
Di bagian praktis,
Prof. Menkher menawarkan langkah konkret pencegahan dan penanganan nyeri
pinggang akibat duduk. Ia menekankan pentingnya edukasi postur tubuh, latihan
fisik untuk memperkuat otot perut dan pinggang, serta penggunaan perabot
ergonomis. Penulis merinci bagaimana kursi ideal harus mendukung lengkung alami
tulang punggung (lordosis), memiliki sandaran dengan kemiringan tertentu (sekitar
135°), serta tinggi alas duduk yang sesuai dengan panjang paha agar sirkulasi
darah tetap lancar.
Penanganan nyeri
pinggang tidak selalu harus dengan operasi. Mayoritas kasus dapat membaik
dengan perbaikan postur, peregangan otot, istirahat berkala, dan penggunaan
kursi atau meja yang dirancang sesuai prinsip antropometri. Dalam buku ini,
penulis juga membahas metode pengukuran tubuh (antropometri) sebagai dasar
mendesain kursi dan meja yang nyaman, mulai dari tinggi duduk, panjang paha,
tinggi meja, hingga sudut sandaran punggung.
Penulis menegaskan,
tindakan preventif lebih murah dan efektif dibanding pengobatan invasif. Duduk
dengan postur yang benar, berdiri dan meregangkan tubuh setiap 20–30 menit,
memilih kursi kerja dengan sandaran yang sesuai, serta latihan peregangan
sederhana adalah kunci mencegah nyeri pinggang yang kerap merugikan
produktivitas kerja.
Di bab penutup,
penulis menekankan bahwa kenyamanan duduk adalah tanggung jawab
bersama—individu, lembaga pendidikan, dan tempat kerja. Sosialisasi pengetahuan
ergonomi sejak usia dini, pengadaan kursi-meja belajar yang sesuai, serta
penyediaan fasilitas kerja yang ergonomis adalah investasi untuk kesehatan
tulang belakang generasi sekarang dan masa depan.
Buku Sikap Duduk
Penyebab Nyeri Pinggang tidak hanya menawarkan teori. Ia merangkum hasil
penelitian, panduan praktis, dan refleksi penting tentang bagaimana manusia
modern perlu merawat tulang punggungnya. Ditulis dengan bahasa ilmiah yang
tetap mudah dipahami, buku ini layak menjadi referensi dokter, guru, praktisi
kesehatan kerja, orang tua, dan siapa saja yang peduli pada kesehatan pinggang
di era serba duduk ini. []