Breaking Posts

6/trending/recent
Type Here to Get Search Results !

Liputan Jurnalistik (Laporan Jurnalistik 1989-2003) Jilid 1

 


Judul: Liputan Jurnalistik (Laporan Jurnalistik 1989-2003) Jilid 1

Penulis                       :  Armaidi Tanjung, S.Sos, M.A.

Editor                         : Abdurrahman Wahid Arni Putra

Penerbit                    : Pustaka Artaz

Halaman                    : xx + 232

ISBN Jilid 1               : 978-979-8833-52-6

ISBN Jilid lengkap : 978-979-8833-51-9

Cetakan I                 : September 2021

Harga                         : Rp 50.000,-                

 

Kecintaan orang Koto Gadang akan ilmu dan pendidikan sudah dimulai awal tahun 1900-an. Tahun 1915 diperkirakan sebanyak 165 lelaki dari Koto Gadang menjadi pegawai pemerintah Belanda, separuh dari mereka menguasai bahasa Belanda. Tahun 1942 sebanyak 40 orang warganya lulus STOVIA. Ada insinyur, dokter, ahli hukum serta sedikit yang menjadi militer.

Sekretaris KAN Koto Gadang Novedar Mangkuto Sinaro menjelaskan, tahun 1907 lahir sekolah Kinder Julius Vereniging, cikal bakal Studiefonds Koto Gadang yang dibangun dengan swadaya masyarakat. Kemudian diambil-alih pemerintah Belanda tahun 1929, selanjutnya menjadi HIS.

Begitu pentingnya ilmu dan pendidikan bagi masyarakat Koto Gadang, rela meninggalkan kampung halaman. Dan hasilnya pun mampu mengangkat desa kecil yang terletak di Kabupaten Agam itu. Sebut saja, Sutan Sjahrir, Emil Salim, Haji Agus Salim dan tokoh-tokoh lainnya, terlahir di desa ini. (hal. 10).

Demikian cuplikan salah satu tulisan dalam buku ini. Buku yang merupakan kumpulan feature dan laporan jurnalistik yang ditulis pada rentang waktu 1989-2003 dengan berbagai tema. Tulisan tersebut sudah dimuat di surat kabar, dimana penulisnya menjadi bagian dari surat kabar tersebut sebagai koresponden, wartawan ataupun penulis lepas.

Tulisan yang disajikan dalam buku ini sekalipun sudah berlangsung belasan tahun lalu, tetapi setidaknya dapat memberikan gambaran terhadap apa yang sudah ditulis si penulis melalui feature maupun laporan. Ada juga dari tulisan di dalam buku ini yang hingga kini masih bisa disaksikan dan dimanfaatkan masyarakat.

Namun ada pula dari apa yang ditulis sudah tidak lagi ditemukan. Karena obyek tulisan tersebut sudah berganti dengan fasilitas yang dibangun kemudian. Seperti Terminal Aia Pacah Padang yang sekarang sudah menjadi kawasan perkantoran Pemerintah Kota Padang.

Tulisan dalam buku ini  dikelompokkan  6 bagian.  Bagian I Pendidikan memuat 9 tulisan, Bagian II Agama memuat 6 tulisan, Bagian III Pembangunan Daerah memuat 19 tulisan, Bagian IV Pariwisata memuat 14 tulisan, Bagian V Ekonomi memuat 11 tulisan, Bagian VI Sosok 28 tulisan dan Bagian VII Lain-lain memuat 13 tulisan.

Semua tulisan tersebut diterbitkan dalam dua jilid buku, yakni jilid 1 dan jilid 2. Jilid 1 memuat Bagian I Pendidikan, Bagian II Agama, Bagian III Pembangunan Daerah, Bagian IV Pariwisata.  

Yurnaldi, dalam pengantar buku ini menyebutkan,  jika seorang wartawan berhenti belajar, berhenti menjadi pembelajar, maka pada saat itu sebenarnya si wartawan sudah habis kariernya.

Ada begitu banyak wartawan yang petantang-petenteng dengan kartu pers, akan tetapi tidak banyak yang haus pengetahuan dan pengalaman. Begitu banyak wartawan yang ditakuti, tetapi tidak banyak wartawan yang disegani dan dihormati.  Situasi  dan  kondisi  semua  itu  lebih  ditentukan  oleh karya sang wartawan. Ingin tahu seperti apa kualitas seorang wartawan, maka baca dan cermatilah karya-karya jurnalistiknya.

Kalau kemampuannya hanya bisa menulis straight news, berita lempang biasa, tentu beda dengan wartawan yang menguasai ragam karya jurnalistik; ya menulis berita, menulis feature, menulis laporan mendalam, menulis wawancara eksklusif, menulis investigasi, menulis kolom, artikel, dan menulis analisis berita,  serta  wartawan  yang  mampu  jadi  mentor  dan  menulis buku. Buku itu adalah mahkota wartawan, begitu kata Jakob Oetama (27 September 1931 9 September 2020), salah seorang pendiri KOMPAS, media terkemuka di Indonesia.

Jangan  heran,  sejak  puluhan  tahun  lalu  hingga sekarang, begitu  susah  kita  menemukan  buku  jurnalistik.  Dalam  setahun hanya dalam hitungan jari sebelah tangan buku jurnalistik yang terbit dan beredar luas. Kalau kita cermati perkembangan berbukuan  di  Indonesia,  maka  setiap  1.000  buku  yang  terbit, hanya ada dua-tiga buku jurnalistik. Betapa minim dan betapa langkanya buku jurnalistik.

Betapa banyak dosen komunikasi di berbagai perguruan tinggi, juga tidak banyak yang menulis buku jurnalistik, karena dasarnya bukan praktisi. Bukan berpengalaman jadi wartawan. Apalagi yang malang-melintang puluhan tahun jadi wartawan.

Saya  berani mengatakan hal ini karena saya salah seorang yang  punya  perhatian  besar  dan  menulis  buku-buku  jurnalistik sejak 36 tahun terakhir sampai sekarang. Tidak terbilang kalinya memberikan pendidikan dan pelatihan, baik untuk ribuan calon wartawan,   wartawan,   redaktur,  siswa,   mahasiswa,   pengelola koran kampus, bahkan dosen.

Buku Liputan Jurnalistik (Laporan Jurnalistik 1988-2003) Jilid 1 dan Liputan Jurnalistik (Laporan Jurnalistik 1989-2993) Jilid 2 yang ditulis Armaidi Tanjung ini menjadi perlu dan penting ketika sejak pascareformasi media cetak dan daring tumbuh kembang bak cendawan.

Kita cermati pemberitaan media yang memenuhi jagad  media sosial sejak 10 tahun terakhir, betapa kita dijejali berita yang melanggar etika jurnalistik. Berita plagiat, berita kopi paste begitu mendominasi. Berita yang minim data dan atau data yang tidak teruji dan terverifikasi. Berita yang hanya diolah dari media sosial, bersumber  dari  facebook,  twitter,  whatshapp,  tanpa  konfirmasi dan   mencek   fakta   ke   lapangan.   Berita   yang   didapat   tanpa keringat, kecuali duduk manis di ruang ber-AC.

Karena itu, kehadiran buku Liputan Jurnalistik (jilid 1 dan 2) ini menjadi perlu dan penting. Wartawan dan calon wartawan bisa mengambil benang merah dari buku ini. Mengapa berita/laporan jurnalistik/feature yang ditulis Armaidi puluhan tahun lalu lebih berkualitas, berbasiskan data, menarik, bermakna bagi pembaca ketimbang  berita-berita  media  daring  sekarang.  Padahal,  saya tahu benar awal-awal Armaidi Tanjung jadi wartawan, masih era mesin ketik, belum ada telepon seluler, belum ada google, wikipedia dan media sosial. Media komunikasi yang canggih saat itu hanya pager untuk menyampaikan pesan kepada narasumber. Atau menelepon dari warung telekomunikasi.

Dari karya-karya jurnalistik dalam buku ini, pembaca bisa mencermati bagaimana manajemen redaksi yang profesional, bagaimana dasar jurnalisme yang profesional itu, seperti akurasi, mencari dan melaporkan kebenaran, jujur, bertindak etik, independen,  dan  bertanggung  jawab.  Tidak  ada  berita  yang hoaks, karena informasinya cek dan ricek, berimbang, dan cover all  side.  Judul  dan  lead  (kepala  berita)  begitu  menarik.  Tidak seperti yang kita baca sekarang, di mana judul dan  lead  berita kacau balau bahasanya.

Dari  buku  tersebut  selain  kita  bisa  membaca  situasi  dan kondisi pada masa itu, serta dinamika permasalahan suatu daerah, secara tak langsung kita juga bisa membaca bagaimana seorang Armaidi Tanjung tak henti-hentinya mengasah ketajaman dan keterampilan jurnalistiknya. Terus belajar dan meningkatkan kapasitas   diri.   Terus   belajar,   belajar,   belajar   dan   berkarya, berkarya,   berkarya.   Sudah   berapa   puluh   judul   buku   yang ditulisnya, sementara studi pascasarjananya juga selesai. Benar- benar ilmu padi yang dipraktikkan Armaidi. Artinya, menjadi wartawan itu jangan cepat berpuas diri. Jadilah wartawan pembelajar sejati dan berkarya hingga akhir hayat.

Selain itu, keberadaan buku Liputan Jurnalistik ini menurut saya  bisa  menjadi salah satu  referensi  penting bagi  mahasiswa dan dosen peneliti bidang jurnalistik/komunikasi. Misalnya, bagaimana strategi memberi judul yang memikat. Berapa kata judul yang baik itu. Bagaimana menulis laporan yang runtut dan bermakna bagi pembaca. Bagaimana mempraktikkan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dalam ragam jurnalistik. Seperti apa  berita  yang  membangun  optimisme  masyarakat  itu. Terkadang dalam suatu karya jurnalistik wartawan,  kita sampai pada   suatu   kesimpulan  bahwa   reportase   itu   bukan   sekadar profesi, tetapi suatu tindakan patriotisme. Lebih dari itu, kita juga mungkin sampai pada kesimpulan bahwa wartawan harus memeras kreativitas mereka untuk menciptakan produk yang inovatif yang menempatkan berita dalam suatu konteks yang lebih luas dan berarti. Juga wartawan yang diperhitungkan itu bisa menemukan cara untuk melibatkan audiens dalam mencari kebenaran yang adil dan kontekstual akurat.

 

Berikut daftar isi bukunya:

 

Kata Pengantar

Pengantar Editor

Pengantar YurnaldI: “Liputan Jurnalistik”, Guru bagi Wartawan Pembelajar

DAFTAR ISI

BAGIAN I: PENDIDIKAN

1.     Meski di Pinggir Kota, Duta-dutanya Hebat Lho!

2.    Semangat Warga Koto Gadang Menimba Ilmu

3.    Pertanian Unand Baralek Gadang

4.    Banyak Guru, Sarjana Bahasa dan Sastra Abaikan Aturan Bahasa

5.    Mengenal Perguruan Al-Manaar, Disiplin Guru dan Murid Sangat Tinggi

6.    Komunikasi Orangtua Dengan Guru Penting Kontrol Anak

7.    Soal IP, Mahasiswi Lebih Tinggi Dibanding Mahasiswa

8.    Mengenal STM Pariaman

9.    Gedung Perpustakaan Senilai 4,4 Miliar Diresmikan

 

BAGIAN II: AGAMA

1.     Kisah Masjid 200 Tahun di Tanah Minang

2.    Masjid Raya Limo Kaum di Tanah Datar Objek Wisata Budaya Minangkabau

3.    Tidak Benar, Darul Arqam Menyesatkan

4.    Remaja Islam Mesjid Raya Bukittinggi Meningkatkan Kualitas Iman Remaja Sekitarnya

5.    Tabuik Piaman di Sumbar, Punya Makna bagi Islam

6.    Balimau, Antara Tradisi dan Keabsahannya

 

BAGIAN III: PEMBANGUNAN DAERAH

1.     Padang By Pass Mengurangi Kesemrawutan di Pusat Kota

2.    Pembebasan Padang dari “Langganan” Banjir

3.    Harapan dan Tantangan Kodya Padang Songsong Pasca Tahun 2000

4.    Potensi Laut Pesisir Selatan yang Masih Terabaikan

5.    Mentawai dengan Berbagai “Keganjilannya”

6.    Punya Potensi untuk “Dijual”

7.    Murid Tanpa Alas Kaki, Guru Cari Sambilan

8.    Kepedulian Investor pada Masyarakat Mentawai

9.    Rumitnya Pendidikan Dasar di Daerah Terpencil Mentawai

10. Dua Jembatan Ganda Dibangun untuk Atasi Kemacetan

11.   Payakumbuh, Meraih Adipura dengan Kota ‘Batiah’

12.  Kalau KPN Pemda Kodya Padang Membangun RSS 2.000 Unit

13.  Mentawai, Antara Pembangunan yang Rumit dan Potensi Pariwisata

14. Pessel, Mewujudkan Desa Mandiri dengan Kebuh Hamparan Desa

15.  Padang Panjang Prioritaskan Pembangun Industri Berskala Kecil

16. Pertumbuhan Pasaman Berkembang Pesat Melalui Perkebunan

17.  Terminal Andalas Padang Dipindahkan ke Air Pacah

18. Dari Kunker Komisi D DPRD Sumbar ke Kabupaten Tanah Datar dan 50 Kota (Bagian-I), Jalan Sempit, Banyak Wisatawan Enggan ke Tanah Datar

19. Dari Kunker Komisi D DPRD Sumbar ke Kabupaten Tanah Datar dan 50 Kota (Bagian II-Habis), Sialang – Gelugur 20 Km, Ongkos Penumpang Rp 25 Ribu per Orang

 

BAGIAN IV: PARIWISATA

1.     Pengembangan Pariwisata Prioritas Pembangunan di Sumatera Barat

2.    Menggali Potensi Pariwisata Pantai

3.    Pulau Angso Objek Wisata Pariaman Miliki Nilai Sejarah

4.    Aceh Berbenah Diri, Tarik Wisatawan

5.    Kebun Binatang Bukittinggi Tanpa Harimau, Walaupun Sumatera Sebagai Gudangnya

6.    Pariwisata Bukittinggi Tidak Korbankan Adat dan Agama

7.    Bukittinggi Malam Hari Harus Memaksa Orang Keluar

8.    Objek Wisata Bukan Sarana Pelanggaran Moral

9.    Pelayanan Wisatawan di Sumbar Masih Kurang

10. Pantai Padang Semakin Menawan

11.   Banyak Masalah Dihadapi Lembaga Pendidikan Pariwisata

12.  Kabupaten Tanah Datar Kembangkan Pariwisata Budaya

13.  Tahura DR. Mohammad Hatta Padang Jadi Objek Wisata

14. Meningkat, Minat Perempuan Bekerja di Sektor Pariwisata

Biodata Penulis

Biodata Editor

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.