Judul: Senarai Kata Mengungkap Rasa (Surat-surat Guru dan Siswa dari Sumatera Barat)
Penulis : Addurorul Muntatsiroh, M.Pd, dkk
Editor :
Dr. Andria Catri Tamsin, M.Pd,
Penerbit : Pustaka
Artaz
Anggota IKAPI : 038/SB/2023
ISBN : 978-979-8833-00-0
Cetakan I : Agustus
2025
Halaman : xvi + 280
Harga
: Rp
Bangsa yang besar adalah
bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Demikian Pidato Presiden Soekarno
pada Hari Pahlawan 10 Nopember 1961. Ungkapan ini patut menjadi renungan bagi
orang yang merasa memiliki pahlawan, namun abai dalam menghormati dan mengenang
jasa-jasanya. Seringkali karena rutinitas dan kesibukan keseharian, kita nyaris
lupa menghargai apa yang sudah diberikan para pahlawan, yang sudah berjuang
memberikan sesuatu kepada bangsa ini.
Salah satu
pahlawan itu adalah pahlawan tanpa tanda jasa, yakni guru. Guru yang sudah
berjuang bagaimana mencerdaskan anak-anak bangsa, dengan berbagai problema dan
beraneka ragam suka duka dialami.
Terutama dalam menghadapi anak-anak “berma-salah”, anak-anak yang tengah
mengalami perubahan memasuki masa remaja dan dewasa (puberitas). Bagaimana guru
harus menja-lankan tugas mencerdaskan dan mendidik siswanya agar kelak menja-di
orang yang berguna bagi dirinya, orang tua, bangsa dan negara.
Sebaliknya,
bagaimana pula siswa memandang gurunya yang sudah memberikan pengajaran,
bimbingan, arahan dan mendidiknya menjadi “seseorang” yang dihargai dan mampu
bangkit dari keterpurukkan dirinya. Banyak siswa yang tidak percaya diri,
bahkan hendak bunuh diri akibat tekanan lingkungan yang tidak tertahankan.
Ternyata dengan “sentuhan” sang guru, sang anak kembali bangkit dan sekolah.
Bagaimana siswa merasakan “belaian” kasih sayang guru, walaupun semula sangat
membenci sang guru tertentu, namun
lagi-lagi “sentuhan tangan dingin” seorang guru, mampu mengubah siswa yang
nakal menjadi baik, suka usil menjadi santun, pemalas menjadi lebih rajin,
pembolos lebih sering masuk kelas, pemalu tampil ke depan kelas, mulai percaya
diri, hingga menjadi anak dari pelosok negeri mampu meraih prestasi sampai ke
tingkat nasional.
Banyak lagi
kisah-kisah inspiratif yang ditulis para guru dan siswa dalam buku yang akan
mengubah cara pandang sekaligus mem-berikan
nilai-nilai baru dalam melihat hubungan guru dan siswa di sekolah. Buku ini
berisikan bagaimana guru melihat
siswanya dan bagaimana pula siswa melihat gurunya. Ini dapatkan dikatakan buku
pertama yang mengisahkan pandangan guru terhadap siswanya dan sebaliknya,
pandangan siswa terhdap gurunya. Keduanya, guru dan siswa bebas mengugkapkan
perasaan, pikiran, dan pandangannya terhadap apa yang dirasakan, dialami dan
mimpinya. Masing-masing menulisnya berbentuk surat. Guru menulis surat untuk
siswanya, siswa menulis surat untuk gurunya. Dalam buku ini terdapat 25 surat guru
dan 25 surat siswa.
Kita
teringat betapa surat ternyata menjadi catatan sejarah dan mampu memberikan
perubahan. Ingat Raden Ajeng Kartini, surat-suratnya
berhasil dibukukan dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang". Versi bahasa Belandanya, "Door
Duisternis tot Licht", perta-ma kali diterbitkan tahun 1911. Versi bahasa
Melayu/Indonesianya, "Habis Gelap Terbitlah Terang", diterbitkan oleh
Balai Pustaka tahun 1922. Dari
surat-surat tersebut, mengantarkan R.A. Kartini menjadi pahlawan nasional. Dari surat itu pula kita mengetahui bagaimana
padangan dan perasaan Kartini melihat kaum perempuan kala itu di negerinya,
Nusantara (Indonesia).
Surat-surat itu menjadi “sumbangan pemikiran” untuk meningkatkan proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah. Sekaligus catatan sejarah bagi
penulisnya.
Buku ini tentu saja tidak hanya ditujukan bagi kalangan pendidik dan
siswa, tapi juga pencinta pendidikan di sekolah, pengambil kebijakan, pemerhati
pendidikan, orang tua dan masyarakat yang peduli pendidikan demi kemajuan
bangsa dan negara ini. Selamat membaca.