Breaking Posts

6/trending/recent
Type Here to Get Search Results !

Menggugat Ibu (Kumpulan Surat Untuk Ibu)

 


Judul buku: Menggugat Ibu (Kumpulan Surat Untuk Ibu)

Editor  : Armaidi Tanjung, S.Sos, M.A

Pengantar        : Dra. Hj. Sastri Yunizarti Bakry, Akt, M.Si, CA, QIA  (Ketua DPD SatuPena Sumatera 

                           Barat)

Penerbit            : Pustaka Artaz

ISBN                : 978-979-8833-78-6

Cetakan I         :   April  2024

Halaman          : xii + 266

Harga                  : Rp 95.000,- 


Ke pasar Sikabu membeli putu mayang

Singgah sebentar ke pasar Rambatan

Wahai ibu kepada anak berikan kasih sayang

Supaya mereka tidak terjerumus pada kejahatan

 

Kalau mendaki gunung Merbabu

Jangan lupa membawa seluruh perlengkapan

Marilah berbakti pada ayah dan ibu

Supaya ananda sukses di masa depan

 Demikian pantun nasihat yang disampaikan Bunda Literasi Provinsi Sumatera Barat Hj. Harneli Mahyeldi terhadap terbitnya buku ini. Perhatian Harneli terhadap tema Surat Untuk Ibu memang tinggi. Walaupun Lomba Menulis Surat Untuk Ibu (LMSI) diselenggarakan oleh DPD SatuPena Sumatera Barat akhir 2023 lalu, akan tetapi Harneli menanggung hadiah uang tunai bagi pemenang LMSI. Selain itu, para pemenang pun diundang khusus ke Istana Gubernur Sumatera Barat untuk makan siang dan bertemu langsung dengan Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi.

 Buku ini merupakan kumpulan surat-surat yang ditulis siswa dan guru SMA, SMK dan Madrasah Aliyah di Sumatera Barat yang mengikuti Lomba Menulis Surat untuk Ibu (LMSI) yang diselenggarakan DPD SatuPena Provinsi Sumatera Barat. Dari hampir seribuan surat yang masuk ke panitia, setelah diseleksi Dewan Juri, maka 40 surat dinyatakan masuk nominasi. Semua yang masuk nominasi diminta mempresentasikan suratnya untuk menetapkann juara 1, 2, 3 dan harapan sebanyak lima orang untuk masing-masing kategori.

Setiap manusia terlahir dari rahim ibunya. Setelah lahir, si anak diasuh, dirawat, dibesarkan, dididik dan hidup bersama sang ibu sampai waktunya tiba berpisah, baik semasa masih hidup maupun meninggal dunia. Ternyata perlakuan sang ibu kepada anaknya memang beragam. Ada yang menyenangkan si anak, tapi juga tak sedikit yang menyengsarakan dan memilukan.

Kisah dan pengalaman pahit sang anak dengan ibunya terungkap dari surat-surat yang dibuat siswa SMA, SMK, Madrasah Aliyah beserta gurunya dalam presentasi peserta nominasi  Lomba Menulis Surat untuk Ibu yang diselenggarakan DPD SatuPena Sumatera Barat, Kamis (14/12/2023) di aula Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat. Dari 40 surat yang masuk nominasi, 20 kategori siswa dan 20 kategori guru, semuanya mengungkapkan pikiran, perasaan, pesan yang tidak pernah terlupakan, pengalaman manis, dan tidak sedikit pula pengalaman pahit yang dialami dari sang ibu. Tentu, sebagai sebuah keluarga, sosok ayah juga menjadi bagian tidak terpisah bagaimana anak memandang ibunya.

Baik dewan juri, panitia, maupun peserta banyak yang meneteskan air mata saat mendengarkan dan menyaksikan peserta tampil. Sudah pasti peserta sendiri juga meneteskan air mata mengenang hari-hari dan peristiwa bersama sang ibu. Saya sebagai seorang laki-laki dan ayah dari dua anak, tanpa terasa juga meneteskan air mata. Terbawa emosional dengan apa yang disampaikan peserta, terutama dikalangan siswa.

Ternyata saya bukan sendiri. “Saya saja yang laki-laki, sebelum final ini, saat membaca surat peserta dari email panitia sudah menitikkan air mata. Saat final, kembali menitikkan air mata. Jujur, tidak bisa membayangkan ada kisah yang buruk antara anak dengan ibunya atau kisah anak yang ditinggalkan ibu (dan ayahnya) sejak masih kecil,” tulis Andri Satria Masri, Ketua Panitia.

Ditambahkan Sastri Bakry, “Ya, betul, Saya berulang kali menyeka air mata. Kita  jadi tahu betapa peran ibu dan anak masing-masing. Di era gadget ini komunikasi ibu dan anak tak lagi terbangun efektif karena masing-masing sibuk. Berita baiknya semua anak, mau sekeras apa pun ibu, pada akhirnya tetap memuliakan ibunya,” kata Sastri Bakry salah seorang dewan juri.

Seperti yang disampaikan siswa SMK 3 Kepulauan Mentawai Aprida Kristin Sakarebau, perjuangan hidup dengan ibunya. Ibunya tinggalkan begitu saja oleh  ayah. Kata ayah, pergi merantau. Ayah pembohong, ternyata kawin lagi.  Sehingga sang ibu berjuang dengan keras banting tulang memenuhi kebutuhan hidupnya melawan ombak laut di kepuluan Mentawai. “Yang lebih mengharukan adalah ketidakpedulian sang ayah yang sudah kawin dengan perempuan lain. Meski sang ayah kemudian tinggal tidak jauh dari kampung (rumah), akan tetapi tidak pernah peduli sedikitpun dengan saya,” kata Aprida sembari meneteskan air mata.

Dari surat untuk ibu  yang ditulis siswa dan guru SMA, SMK dan Madrasah Aliyah ini, ada nada menggugat sang ibu karena tidak bisa menerima perlakuan dari seorang ibu sebagaimana yang diharapkan anak. Seberapa besar pun rasa protes tidak mau menerima perlakuan ibu kepadanya, sang anak ternyata tidak mampu mengutarakanya. Dengan perasaan tertekan, tidak tahu mengadu kemana, sang anak hanya memendam sendiri penderitaan.

Dengan menulis surat untuk ibu ini, ternyata apa yang selama ini tidak diketahui tentang komunikasi dan hubungan antara anak dengan ibunya (termasuk ayah) terkuak. ***

 

 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.