Breaking Posts

6/trending/recent
Type Here to Get Search Results !

WARISAN YANG TERCECER, Sejarah Indonesia

Judul : WARISAN YANG TERCECER, Sejarah Indonesia

Penulis               : Prof. Dr. Mestika Zed

Editor                : Armaidi Tanjung, S.Sos, M.A

Penerbit             : Pustaka Artaz         

Cetakan kedua  : Juni 2021

ISBN lengkap   : 978-979-8833-40-3                

ISBN Jilid 2      : 978-979-8833-42-7

Ukuran              : 14,2 X 20,3 cm

Halaman            : xxii + 364

Harga                : Rp 115.000,-

 

 

Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading. Begitu pepatah yang sudah diajarkan sejak bangku sekolah dasar. Bagi seorang akademisi, cendikiawan, tentu yang ditinggalkan adalah karya-karyanya tatkala telah menghembuskan nafas terakhirnya. Namun kenyataannya tidak semua akademisi yang mampu meninggalkan karyanya setelah tidak lagi berada di alam dunia ini.

Sosok Mestika Zed merupakan akademisi yang banyak meninggalkan karya-karya ilmiah. Baik berupa buku, tulisan, maupun pemikirannya yang hingga kini masih bisa dibaca banyak orang. Mestika Zed yang dikenal sosok dosen idealis yang banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan ilmiah, menghadiri dan menjadi narasumber  di berbagai seminar, pelatihan workshop, lokakarya dan penelitian, berskala lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Hal itu bisa dilihat dari banyaknya buku yang dihasilkan Mestika Zed. Tidak saja buku-buku bertemakan sejarah karena disiplin ilmunya bidang sejarah, akan tetapi juga buku  lainnya yang menjadi referensi banyak kalangan akademisi, baik mahasiswa maupun dosen di berbagai perguruan tinggi.

Meski banyak tampil di berbagai forum ilmiah, seminar, lokakarya, workshop, diskusi dan bedah buku, Mestika Zed selalu tampil dengan originalitas pemikirannnya. Hal itu menunjukkan keluasan pemikiran dan wawasan yang menjadi ciri khas Mestika Zed. Hal itu juga yang menjadi daya tarik banyak pihak melibatkannya di berbagai kegiatan ilmiah dan forum.

Buku ini jilid kedua dari lima jilid yang merupakan kumpulan makalah Mestika Zed dalam berbagai kesempatan acara seminar, diskusi panel, lokakarya, workshop dan pelatihan. Jilid kedua ini bertemakan sejarah Indonesia. Ada empat bab, yakni kajian sejarah Indonesia, pergerakan menuju kemerdekaan, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan pergolakkan pasca kemerdekaan.

Menurut Mestika Zed, untuk menjadi dikenal bagi semua orang, seseorang biasanya harus menjadi seorang “hero” (pahlawan), yaitu orang yang, menurut sebuah kamus, “adalah seseorang yang dikagumi karena keberaniannya, kebangsawanannya, kebajikan jasa-jasanya yang dipersembahkannya kepada orang banyak ....”.  Pahlawan perang adalah salah satu jenis proto-tipe kepahlawanan klasik karena pertempuran yang dijalaninya telah menguji karakter keberaniannya dan sekaligus dan menawarkan suatu panggung tempat menguji perbuatan-perbuatan heroik yang dilakukannya. Paling ekstrim ialah pahlawan yang memberikan hidup (dan nyawanya) untuk kepentingan orang banyak. Namun untuk abad kita sekarang umumnya, termasuk di Indonesia, pemujaan terhadap pahlawan makin digantikan dengan pemujaan terhadap selebriti. (hal. 11).

Kata “selebriti” aslinya berasal dari kata Latin, celebritas, berarti “orang banyak” atau “masyhur” (fame) dan kata celeber berarti “sering”, “ramai”. Kata Inggris famous (“masyhur”) aslinya tidak untuk orang, melainkan untuk kondisi, sebagaimana dikutip dari Oxford English Dictionary, menyebut “kondisi yang membuatnya banyak dibicarakan orang; keterkenalan, terkemuka. Kata selebriti di dunia Barat baru muncul di abad ke-17, tetapi ada yang mengatakan bahwa penggunaan kata itu baru agak meluas sejak abad ke-19, misalnya, ketika pengikut filosof Spinoza disebut-sebut sebagai kaum “selebriti”; Spinoza sendiri  tidak disebut “selebriti”, tetapi  tokoh yang “masyhur” (fame). (hal. 12).

Tetapi pahlawan tentu bukan selebriti. Pahlawan dapat diidentifikasi karena keberaniannya, karena prestasinya; selebriti karena “image” atau “trademark” yang dikenakan kepadanya. Pahlawan orisinil menciptakan dirinya sendiri; selebriti diciptakan oleh media atau oleh panitia. Pahlawan adalah “orang besar”; selebriti adalah “nama besar”. Dewasa ini selebriti sebagai “figur publik” memerlukan sekretaris pribadi atau bodyguard untuk “bamper” antara dirinya dengan publik. Sekarang selebriti malah juga memiliki sekretaris press untuk menjaga citra dirinya di mata publik. (hal. 13).

Perbedaan penghargaan terhadap pahlawan dan terhadap selebriti semakin jelas. Yang pertama rutin dan serimonial, yang kedua glamour dan penuh antusiasme. Namun inilah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita dewasa ini. Kita makin gandrung dan histeris dengan kehadiran selebriti di depan kita. Sebaliknya kita sudah makin kehilangan pandangan kita tentang orang-orang besar. Kita lalu menyederhanakan  perbedaan antara orang-orang yang terkenal dengan mereka terkenal karena mereka orang besar. Lama kelamaan kita makin mendegragasikan semua kemasyhuran menjadi sesuatu yang merosot dan tak berharga. Konsep asli kepahlawanan yang lama semakin punah. Pahlawan yang baru pun dibuat. Kita lebih memerlukan produk yang baru ini, sehingga memungkinkan model-model manusia – “pahlawan modern” dengan pelbagai jenis manusia “unggul” yang dapat diproduksi secara massal guna memuaskan pasar tanpa rintangan apa pun. Kualitas yang sekarang umum diciptakan, yakni membuat orang terkenal ke dalam “lebel yang diiklankan secara nasional” adalah indikasi baru dari “kekosongan manusia” (human emptness).[1] Orang termasyhur ciptaan baru zaman kita dewasa ini bukan terbentuk atas dasar nilai-nilai moralitas yang biasa ditemukan dalam kultur kita, bahkan juga tidak dari realitas yang biasa kita temukan di masa lalu. Bagaimana ini bisa terjadi? (hal. 15).

Ada beberapa orang tokoh dalam sejarah seperti Firaun, para kaisar Romawi atau Shah Jehan yang membangun monumen pada masanya guna mengiklankan diri mereka untuk rakyatnya. Namun sebuah monumen untuk mengundang kekaguman semua orang tidak dibangun dalam waktu singkat.

Di abad lalu bila orang besar muncul kita mencari-cari aura kedewaan dalam dirinya. Sekarang  orang besar takdir Tuhan dalam dirinya. Tiap bangsa memiliki definisinya sendiri tentang pahlawan karena perbuatan historis yang dilakukannya. (hal. 17).

 

Berikut daftar isi buku ini:

Kata pengantar

Sambutan Keluarga Mestika Zed  

Pengantar: Mestika Zed dan “Warisan” Keilmuan Prof. Ganefri, Ph.D (Rektor UNP)

Pengantar: Perkenalan Dengan Mestika Zed Hingga Buku Ini

Daftar Isi

          

BAGIAN IV : KAJIAN SEJARAH INDONESIA

  1. Dari Pahlawan ke Selebriti dan Bukan Pahlawan

Refleksi Tentang Pergeseran Nilai-Nilai Kepahlawanan

  1. Dekade Pergolakan Daerah Mendekati Isu-Isu Konflik Pusat-Daerah dari Perspektif Pembangunan Nasional Tahun 1950-an
  2. Mencermati Nilai-Nilai Kepahlawan di Tengah Masyarakat Kita
  3. Menggugat Tirani Sejarah Nasional Suatu Telaah Pendahuluan tentang Wacana Sejarah Nasional Dalam Perspektif Perbandingan
  4. Nasionalisme Indonesia Dalam Perspektif Pancasila
  5. Perjalanan Sejarah Bangsa Indonesia dan Demokrasi Indonesia
  6. Proyek Rekonstruksi Indonesia Merdeka Seing Like A State Manque
  7. Rekonstruksi Kepemimpinan Bangsa Dalam Wacna Sipil – Militer  Suatu Tinjauan Sejarah
  8. Sejarah dan Teori Sosial Sumbangan Geertz Terhadap  Historiografi Indonesia
  9. Sentralisme dan Perlawanan Daerah: Dialektika Perjalanan Sejarah Bangsa Paskakolonial (1945-2005)
  10. Sumatera Dalam Perspektif Sejarah

 

BAGIAN V: PERGERAKAN MENUJU KEMERDEKAAN

  1. Sumatera Barat Paska Perang Belasting 1908, Kebijakan Pajak dalam Ekonomi Negara Kolonial
  2. Bagaimana Hidup Sebagai Rakyat Jajahan?  Beberapa Catatan tentang Apresiasi Sejarah Kebangsaan  untuk Generasi Masa Kini
  3. Sebelum Pancasila, Dapatkah Kita Menelusuri Sejarah Ideologi di Indonesia?
  4. Kiprah Komunis / PKI Di Kancah Politik Indonesia
  5. Sejarah Petani Indonesia Kasus-Kasus dari Sumatera Barat Sejak Dua Abad Lalu

 

BAGIAN VI: PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

  1. Emas Untuk Kapal Terbang Republik Peran Kaum Ibu Sumatera Barat  dalam Perjuangan Kemerdekaan 1945-1950
  2. Gayo dalam Lintasan Sejarah Nasional Peran  “Radio Rimba Raya” dalam Perjuangan  Kemerdekaan RI Era PDRI (1948-49)
  3. Ketika Republik Terjebak Krisis Eksistensi, Kilas Balik 60 Tahun PDRI
  4. Memaknai PDRI Sebagai Pilar Perjuangan Bela Negara Kilas Balik 60 Tahun PDRI
  5. Pemerintahan “Mobile” Dalam Era PDRI 1948/1949 dan Partisipasi Rakyat Dalam Perjuangan Kemerdekaan  
  6. Peran PDRI Dalam Mempertahankan Republik Indonesia  1948-1949
  7. Peristiwa Situjuh 15 Januari 1949

 

BAGIAN VII : PERGOLAKAN PASKA KEMERDEKAAN

  1. PRRI, Sebuah Antiklimaks Dari Gerakan Rakyat Menentang Rejim Otoriter
  2. Keterlibatan CIA Dalam Kasus PRRI
  3. Pelanggaran HAM dan Dampaknya Terhadap Keutuhan Bangsa, Kasus PRRI di Sumatera Barat
  4. Politics of Memory. Sjafruddin Prawiranegara dalam Dua Zaman: PDRI dan PRRI.

Foto-Foto Bersama Mestika Zed

Lampiran 1:

Daftar Isi Jilid 1 Sampai Jilid 5

Lampiran 2:

Lima Jilid Buku Kumpulan Tulisan Sejarawan UNP Prof. Mestika Zed Diterbitkan

Biodata Penulis

Biodata Editor

(R/*)





Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.